(20/02) Jumat barokah, begitu orang-orang
menyebutnya.Coretan ini kutulis sembari mengisi kekosongan saja, tidak ada unsur yang lain. Hari ini merupakan awal perjalananku bersama teman-teman dalam
mengembara menaklukkan monster bagi mahasiswa semester akhir. Seminar proposal
bagaikan sebuah pintu yang terbuka namun harus kembali ditelusuri agar mendapat
jawaban nyata yang nantinya akan dipertanggungjawabkan. Sangat lega rasanya
bisa melewati pintu gerbang itu meskipun harus ada lagi ruang yang harus
kupijak lebih dalam lagi. Tantangan demi tantangan akan kulewati karena memang
ini yang kupilih, memang tak mudah, tapi bukan aku namanya jika mudah menyerah.
Sore harinya,
aku bersiap melakukan packing basah
barang-barang Kesamaptaan. Malam harinya aku berangkat menuju belantara kota
Pacet untuk menyusul kawan-kawan mengikuti kegiatan Latganda. Di sana cukup
malam aku dan ketiga kawanku sampai di tempat tujuan. Buper Pacet yang khas
dengan hawa dinginnya seakan mencengkeram tulangku agar terasa ngilu. Di sana
mulailah lagi bergabung dengan teman-teman. Pembagian tugas pun telah dilakukan
seelumnya. Niat baik hendak mengantarkan para pendekar rimba menuju bumi
Pelawaran, namun nahas, belum juga di seperempat jalan, bebatuan curam
memaksaku untuk merebah di sana bersama Suprapto, teman jalan-jalanku. Lututku
lebam dan panas akibat gesekan keras tubuhku dengan bebatuan licin itu. Jumat
barokah, mungkin Tuhan hanya ingin mengingatkan, “berhati-hatilah”.
Jumat barokah,
hal yang kupikir-pikir sebelumnya ternyata terjadi pula. Begitu takutnya aku
ketika membayangkan bagaimana jika si merah datang kali pertama ketika aku di
belantara rimba. Bagaimana pula aku menghadapi rasa sakit di perut akibat
kedatangannya? Ah, pasti sangat rumit. Menahan sakit seperti itu di sana. Tidak
bisa banyak polah dan harus benar-benar menjaga kebersihan. Tapi Tuhan berkata
lain ternyata. Aku tak merasakan sakit yang berlebih ketika si merah
benar-benar datang, hal-hal yang aku pikirkan sebelumnya tak jadi masalah
ketika aku menghadapinya. Sungguh luar biasa, Jumat barokah memang. Tuhan
sudahlah memiliki kehendak lain kepada hambanya.
*Sabtu yang cerah*
Teman-teman
sedang berjuang di sana, menjajaki lebatnya hutan dengan keberanian dan
pengetahuan tentang tata cara bertahan hidup di sana. Tangan kanan
mempercayakan kepada kompas, tangan kiri membawa tongkat untuk melindungi diri,
dan badan membawa amanat yang sungguh berat. Saudaraku memang hebat.
*Minggu yang menyatukan tekad*
Minggu
merupakan hari terakhir pelaksanaan Latganda ke-24. Berbagai tantangan kami
hadapi di sana.tak kenal lelah dan putus asa. Sekuat tenaga kami lakukan untuk
melaksanakan tahap demi tahap kegiatan yang kami rancang dengan matang. Namun sepandai-pandai
tupai melompat pasti ada kalanya ia jatuh. Begitu pula yang terjadi kepada kami,
entahlah apakah itu akibat terlalu lelah atau bagaimana sehingga kami membuat
kesalah yang mutlak. Permata ungu yang bekalung di leher kami harus ditangguhkan
karena kecerobohan yang tak seharusny kami lakukan. Hal itu bukan akhir dari
segalanya, kami akan kembali berjuang mendapatkan permata. Tentu itu merupakan
sebuah kebanggaan yang tak seharusnya kami sia-siakan. Kami akan mengambilnya
kembali dengan tekad dan semangat yang tinggi.
*Hadiah di hari senin*
Lelah jelas
aku rasakan, bukan hanya aku namun teman-teman seperuangan juga pasti merasakan
hal itu. Senin aku mulai memasak sebagai rutinitasku di tempat kost, sebelumnya
aku tak memiliki firasat apa-apa tentang sosok dewasa yang kukagumi. Mula-mula
kulihat sapa dari kotak hitam pintarku, entah mengapa rasanya berbeda, aku
benar-benar gugup ketika mendapatinya menanyakan keberadaanku. Tuhan, inikah
cinta?. Tak lama kemudian aku berangkat menemui pembimbing di fakultas untuk
berkonsultasi mengenai perkembangan lembar demi lembar yang kelak kupertanggungjawabkan.
Tak kutemui beliau di sana, namun satu dosen yang berbaik hati memberikan
masukan kepadaku untuk menemui dosen lain dari Sendratasik terkait disertasi
beliau. Wah, baik sekali dosen ini, saya diantarkan ke fakulas menemui bu dosen
pemilik disertasi ini ternyata tak bertemu jua, beliau menelpon dan bicara
sebentar, akhirnya..besok saya akan bertemu dengan dosen yang disertasinya juga
membahas objek yang sama denganku. Kabar baik nih..dapat bukunya juga, wah...
Tak lama, kudapatkan lagi kejutan besar yang tak pernah terduga sebelumnya. Pasalnya aku tak pernah menyangka bisa bertemu orang sebaik dia. Cukup mengenalnya saja aku sudah sangat berterima kasih. Entah, mungkin Tuhan berkata lain terhadap hambanya yang selalu bersabar. Aku yakin orang baik pasti akan mendapatkan pasangan yang baik pula.
"Tuhan tahu tapi menunggu." dan mungkin inilah saatnya. Semoga memang kaulah imam yang mau membimbingku menuju jalanNya.
Serangkaian yang mengejutkan dari Tuhan memang tak dapat ditebak kapan akan datang. Namun sebagai hamba yang baik, tetaplah percaya, berdoa, dan berusaha. Bila pun mendapatkan kesusahan di tengah jalan, maka yakinlah..Tuhan menguji seseorang sesuai dengan kemampuan hambanya. Surabaya, April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar